Dilarang Membakar, Petani Tradisional Banyak Berhenti Berladang

SAMPIT – Kabut asap menerpa Asia Tenggara pada 2015 lampau masih membekas dalam ingatan. Pencemaran udara yang disebabkan oleh kabut asap itu terjadi akibat kebakaran hutan di Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan (Pulau Sumatera) dan Pulau Kalimantan, pada Juni 2015 hingga Oktober 2015.

Berangkat dari bencana itu, disertai pressure negara-negara tetangga yang merasa dirugikan akibat intensitas kabut asap kiriman dari Indonesia, pemerintah pun ancang-ancang mengambil kebijakan tegas. Sebagai bentuk langkah antisipasi, perangkat hukum pun disiapkan untuk menjerat pelaku pembakaran lahan.

“Namun selama ini pemerintah tidak ada memberikan solusi bagi para petani tradisonal, hanya melarang membakar lahan saja. Bahkan sejak beberpa tahun terakhir ini petani tradisional banyak tidak berladang lagi. Sebab mereka tidak bisa membuka lahan lantaran tanpa membakar lahan,” ujar Anggota DPRD Kotim, Juliansyah, Kamis (11/3/2021).

Padahal ujarnya, itu menang cara dan tradisi sejak turun temurun. Namun, dengan hadirnya rencana pemerintah Kabupaten Kotim mengadakan alat berat bisa mengembalikan hasrat petani untuk berladang sebagaimana sebelumnya.

Yang mana diketahui, kebakaran hutan di Indonesia sebelumnya tercatat sebagai rekor yang terparah dalam sejarah. Penyebabnya adalah fenomena el Nino yang membuat kondisi cuaca mengering dan memperpanjang kemarau.

“Saya sepakat dan mendukung program pemerintah tersebut agar dapat terealisasi segera sebelum memasuki musim kemarau. Ini sangat membantu masyarakat terkhusus para pertani untuk membuka dan mengelola lahan pertaniannya,” tegasnya.

Dirinya juga mendorong, agar ada peraturan bupati (perbup) yang mengatur bagaiman teknis penggunaan alat berat itu nanti jika dikelola oleh kecamatan dan dipinjam pakaikan kepada masyarakat.

“Pemerintah sudah semestinya menyediakan solusi yang logis bagi para petani. Jalan keluar yang ditawarkan yaitu berupa pembukaan lahan dengan menggunakan traktor tangan atau alat berat. Karena membutuhkan biaya yang tak sedikit, maka sudah benar kalau pemerintah yang menyediakannya di setiap kecamatan seperti program Bupati dan Wakil Bupati Kotim yang baru ini,” bebernya.

Ditegaskanya, alih-alih mengkriminalisasi petani, pemerintah juga harus lebih aktif menindak tegas perusahaan penyebab kebakaran lahan yang notabene lebih luas, sehingga menyebabkan dampak kabut asap parah setiap tahunnya. Hal ini dirasa penting agar peristiwa kabut asap Karhutla tidak terulang kembali.
(re)

Total Page Visits: 392 - Today Page Visits: 1

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *