Masyarakat Desak PT KMA Menyerahkan 20 Persen Lahan dari HGU

SAMPIT – Permasalahan antara PT Karya Makmur Abadi (KMA) dan masyarakat Desa Tangkarobah dan Desa Pahirangan, Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang tergabung dalam Koperasi Garuda Maju Bersama masih berlanjut.

Yang mana setelah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotim, berlanjut lagi melakukan RDP di kebun PT KMA kemarin, Jumat (26/2/2021).

Salah seorang Anggota DPRD Kotim M Abadi yang juga mantan Kepala Desa Pahirangan mengatakan, dalam RDP tersebut belum juga menemukan kesepakatan.

“Belum ada kesepakatan, kita akan melakukan rapat lagi bersama dua desa yang bersangkutan kemungkinan hari Senin 29 Februari 2021 nanti. Hasilnya akan kita sampaikan kepada perusahaan, pihak kecamatan dan juga Pemerintah Kabupaten Kotim. Yang mana menurut mereka nanti tidak sesuai aturan akan direvisi,” ujar Abadi, Sabtu (27/2/2021).

Ketua Fraksi PKB ini juga mengatakan, perusahaan mana pun yang ada di Kotim harus menaati peraturan daerah yang berlaku.

“Perusahaan harus taat aturan, kalau di daerah lain terserah saja bagaimana. Tapi kalau di Kotim semua perusahaan ada aturannya dan harus ditaati,” ungkapnya.

Ditambahkan Abadi, dirinya selaku Anggota DPRD sudah sewajarnya membantu masyarakat mendapatkan hak nya. Yang mana jika dirinya menyalahi aturan yang berlaku, dirinya mengaku siap untuk dituntut.

“Yang pastinya saya hadir di sini pertama karena ini wilayah dapil pemilihan saya, dan saya selama ini menerima gajih dari uang masyarakat. Sudah seharusnya saya disini mengawal masyarakat mendapatkan haknya, ini juga menjadi beban saya dan perlu saya perjuangkan,” tegasnya.

Berkaitan dengan permasalahan yang ada ujarnya, mohon dimengerti agar jangan memojokkan masyarakat. Karena sebagai Anggota DPRD sudah diketahui apa saja yang menjadi hak dan apa saja yang dibutuhkan masyarakat.

“Harus mengetahui kesulitan masyarakat, kami tidak mau panjang lebar karena sesuai ketentuan dari awal kami hanya meminta perusahaan melaksanakan diktum ke lima yang sudah pernah disepakati di provinsi. Dimana isinya jika sampai 18 bulan lahan plasma yang dijanjikan belum juga dapat izin dari kementrian, maka perusahaan siap menyerahkan lahan yang ada seluas 20 persen dari Hak Guna Usaha (HGU),” jelas Abadi.

Jadi ujarnya dalam diktum kelima itu sudah jelas dan tidak ada pengecualian kalau ada keterlambatan dari instansi terkait atau lainnya. Seandainya ada pengecualian boleh saja ujarnya perusahaan mempermasalahkan, namun nyatanya tidak ada sehingga sudah kewajiban perusahaan melaksanakan.

“Jadi jangan bertele-tele karena aturannya sudah ada, ketika kita menyimpang dari aturan itu berarti kita tidak mentaati aturan yang berlaku yang sudah dikeluarkan oleh presiden, tidak mentaati aturan yang dikeluarkan Kementrian Agraria,” demikian Abadi.
(re)

Total Page Visits: 645 - Today Page Visits: 1

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *